Mojokerto – Suasana penuh energi intelektual dan semangat kebangsaan terasa dalam acara Seminar Nasional Moderasi Beragama di Era Disrupsi Digital, yang digelar oleh STAI Sabilul Muttaqin Mojokerto (STAISAM) sebagai bagian dari puncak Dies Natalis ke-8, Minggu (31/8/2025). Acara yang berlangsung di aula utama kampus tersebut menghadirkan tokoh nasional, pejabat daerah, hingga ratusan peserta dari kalangan dosen, mahasiswa, dan santri se-Mojokerto Raya.
Acara dibuka secara resmi oleh Bupati Mojokerto, Dr. H. Muhammad Al Barra, Lc., M.Hum (Gus Barra), yang didapuk sebagai Keynote Speaker. Turut hadir Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Hj. Ayni Suroh, SE., MM, serta jajaran pejabat daerah lainnya. Sementara itu, dua narasumber utama yang menjadi magnet acara adalah Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag, Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag-RI sekaligus pakar moderasi beragama, serta Dr. Lia Istifhama, S.Sos., S.H.I., M.E.I, anggota DPD-RI asal Jawa Timur yang juga dikenal sebagai aktivis perempuan NU.
Gus Barra: Mahasiswa Harus Jadi Agen Perdamaian

Dalam sambutannya, Bupati Mojokerto Gus Barra menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan, perdamaian, dan penyejuk suasana di tengah derasnya arus disrupsi digital.
“Mahasiswa harus menjadi agen perdamaian, agen perubahan, sekaligus golongan yang mampu memberi masukan dengan bijaksana. Penting bagi kita membaca secara utuh, agar tidak terjebak dalam bias informasi yang bertebaran di dunia digital,” tegasnya.
Gus Barra juga menyinggung kondisi sosial politik terkini, khususnya terkait maraknya aksi demonstrasi di berbagai daerah. Ia mengingatkan bahwa demonstrasi adalah sah secara hukum, namun harus dilakukan secara tertib dan bermartabat.
“Demo secara makna boleh, karena itu bagian dari menyampaikan aspirasi. Tapi yang tidak boleh adalah merusak aset negara. Seperti kejadian di Surabaya kemarin, gedung cagar budaya Grahadi ikut dirusak. Itu jelas melanggar. Silakan sampaikan aspirasi, tapi jangan anarkis, jangan merusak fasilitas publik, apalagi melakukan penjarahan,” pesannya, disambut tepuk tangan peserta.
Ketua DPRD Mojokerto: Lingkungan Aman, Hidup Tenang

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Hj. Ayni Suroh, SE., MM, menyoroti pentingnya menjaga kondusivitas wilayah. Menurutnya, rasa aman adalah kunci utama masyarakat dapat belajar, bekerja, dan beraktivitas dengan tenang.
“Kita butuh suasana lingkungan yang aman. Karena dengan lingkungan yang aman, kita akan tenang menjalani aktivitas sehari-hari. Mau kerja tenang, kuliah tenang, meninggalkan rumah juga tenang. Itu fondasi pembangunan daerah,” ujarnya.
Prof. Ahmad Zainul Hamdi: Hari Ini Kejam, Lusa Indah

Narasumber pertama, Prof. Ahmad Zainul Hamdi, tampil dengan materi yang sarat motivasi. Dengan lugas ia mengingatkan para mahasiswa agar jangan menyerah menghadapi tantangan hidup dan perkembangan zaman. Mengutip inspirasi dari Jack Ma, pendiri Alibaba, ia menyampaikan:
“Hari ini kejam, besok lebih buruk, tapi lusa akan menjadi sinar matahari. Today is difficult, tomorrow is more difficult, but the day after tomorrow is beautiful. Mimpi besar adalah fondasi kesuksesan. Untuk itu fokuslah pada tujuan awal, bertanggungjawablah sepenuhnya dengan posisi dan peranmu sekarang. Jangan pedulikan kamu dari keluarga miskin atau kaya, karena tantangan masa depan jauh lebih sulit daripada hari ini,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Prof. inung sapaan akrab tokoh yang terkenal dekat dengan Gusdurian ini juga menekankan bahwa moderasi beragama tidak bisa dilepaskan dari dunia pendidikan, terutama di kampus dan pesantren. Ia mendorong STAISAM untuk terus menjadi pusat pengkaderan moderat, di tengah maraknya paham ekstremisme dan misinformasi di ruang digital.
Ning Lia: Moderasi Bukan Sekadar Politik

Senator asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama (Ning Lia), hadir dengan paparan yang menohok. Ia menegaskan bahwa moderasi beragama bukanlah isu politik semata, tetapi jalan peradaban bangsa.
“Moderasi bukan sekadar politik, tapi jalan menuju peradaban bangsa. Saya bangga dengan STAISAM yang tetap fokus membenahi mainstream berpikir mahasiswa dan generasi muda, di saat negeri ini dilanda hiruk-pikuk bahkan cenderung anarki. Tantangan disrupsi digital bukan hanya teknologi, tetapi juga pergeseran cara berpikir. Maka, generasi muda harus cerdas dan bijak,” tandasnya.
Sebagai aktivis perempuan NU sekaligus tokoh muda Jawa Timur, Ning Lia menekankan peran strategis perempuan dalam pendidikan dan pembinaan generasi moderat. Ia menyebut mahasiswa STAISAM memiliki tanggung jawab moral untuk melanjutkan perjuangan itu.
Peserta Antusias, Dies Natalis Jadi Ajang Inspirasi
Acara seminar nasional ini disambut antusias lebih dari 500 peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan santri se-Mojokerto Raya. Diskusi interaktif yang dipandu moderator menghadirkan banyak pertanyaan kritis seputar radikalisme digital, polarisasi politik identitas, hingga strategi generasi muda menghadapi derasnya informasi hoaks.
Rektor STAISAM dalam sambutannya menyatakan bahwa seminar ini bukan sekadar seremonial Dies Natalis, tetapi juga wujud komitmen kampus dalam membangun generasi moderat, cerdas, dan berintegritas.
Momentum Kebangkitan Kampus
Dengan mengusung tema “Tantangan Moderasi Beragama di Era Disrupsi Digital”, seminar nasional ini meneguhkan posisi STAI Sabilul Muttaqin Mojokerto sebagai perguruan tinggi agama yang tidak hanya konsisten melahirkan lulusan berkualitas, tetapi juga hadir memberi solusi atas problem kebangsaan.
Pesan inspiratif yang disampaikan para tokoh nasional maupun pejabat daerah meninggalkan kesan mendalam. Seminar ini menandai momentum kebangkitan kampus, sekaligus menjawab keresahan masyarakat akan maraknya ekstremisme, disinformasi, dan krisis nilai di era digital.
Di akhir acara, Ning Lia mengajak seluruh peserta seminar menyanyikan lagu Ibu Pertiwi yang dipadukan dengan pembacaan puisi reflektif, menciptakan suasana haru sekaligus menggugah kepedulian bersama atas kondisi bangsa.
peserta menyerukan semangat bersama: “STAISAM untuk Moderasi, STAISAM untuk Negeri!”
Leave a Reply